Suku Sawai, adalah salah satu suku yang berada di kabupaten Halmahera Tengah provinsi Maluku Utara, di kecamatan Weda Utara, yang bermukim di desa Lelilef Woi Bulan, desa Sagea, desa Gemaf, desa Lelilef Sawai, desa Kobe, desa Sidanga, desa Weda, desa Fritu, desa Wale, desa Messa dan desa Dote. Populasi suku Sawai diperkirakan tidak lebih dari 10.000 orang.
Rumah suku Sawai biasanya terbuat dari papan kayu dan beratap anyaman daun sagu. Pemukiman suku Sawai sangat sederhana, berada agak terpencil, dan sepertinya tidak mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat. Bahkan wilayah tanah adat suku Sawai terancam oleh perusahaan besar yang bergerak di pertambangan nikel, yang sudah mematok tanah ribuan hektare di desa Lelilef Woi Bulan, Sagea dan desa Gemaf. Gergaji pohon (Chainshaw) membabat pohon-pohon yang telah ditanam oleh masyarakat suku Sawai selama bertahun-tahun, seperti kelapa, pala, dan cengkeh, hingga pisang, ubi kayu, dan ubi jalar. Buldozer dan truk-truk mengeruk dan mengangkut tanah berwarna merah yang mengandung nikel.
Bagi Masyarakat suku Sawai, ancaman limbah dari perusahaan besar ini juga menimpa lokasi wisata Telaga Lagaelol di Desa Sagea. Telaga berair payau itu menyimpan ikan bandeng, kepiting, dan beberapa jenis ikan lainnya yang bisa menjadi sumber rezeki masyarakat jika sedang datang musim gelombang pasang, biasanya selama tiga bulan.
Kehadiran perusahaan besar ini sangat mengancam kehidupan suku Sawai. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah atau pusat. Apabila hal ini dibiarkan maka suku Sawai akan kehilangan tempat permukiman, bahkan kehilangan sumber mata pencarian hasil hutan dan hasil laut.
Tidak diketahui apakah dalam masyarakat suku Sawai masih memiliki bahasa asli mereka, karena saat ini suku Sawai berkomunikasi dalam bahasa Melayu Maluku Utara, yang mana.bahasa Melayu Maluku Utara ini menjadi bahasa pengantar hampir di seluruh wilayah provinsi Maluku Utara. Menurut mereka, dahulunya mereka memiliki bahasa asli yang mereka sebut sebagai bahasa Sawai, kemungkinan hanya tinggal orang-orang tua yang telah lanjut usia yang masih menguasai bahasa Sawai. Sedangkan bahasa Melayu Maluku Utara, diperkirakan dibawa oleh orang-orang dari Kesultanan Ternate, yang pada masa lalu sempat menguasai wilayah mereka ini.
Suku Sawai termasuk langka di dunia, dan memiliki kearifan lokal fagogoru sebagai perwujudan dari kasih sayang, silaturahmi, serta budaya malu dan bermoral. Untuk itu, mereka akan sekuat tenaga berusaha tidak melakukan kekerasan dalam memprotes kehadiran tambang nikel, kecuali jika sudah tak ada lagi jalan lain.
Masyarakat suku Sawai sebagian besar memeluk agama Kristen, dan ada juga yang memeluk agama Islam. Walaupun dahulu mereka adalah pemeluk agama tradisional seperti animisme dan dinamisme, tetapi sejak kedatangan misionaris dari belanda, yang memperkenalkan agama Kristen ke dalam kehidupan masyarakat suku Sawai yang pada dasarnya pengamal animisme dan dinamisme, menerima kehadiran agama Kristen dengan baik dalam kalangan mereka, sebagian kecil dari mereka masih mempertahankan agama tradisional mereka. Sedangkan agama Islam disebarkan oleh orang-orang dari Kesultanan Ternate.
Masyarakat suku Sawai sangat ramah terhadap siapapun mereka juga menerima dengan terbuka setiap orang yang singgah dan berhenti di perkampungan mereka.
Hampir seluruh masyarakat suku Sawai hidup sebagai petani. Pohon kelapa dan pala menjadi andalan penghidupan mereka. Selain itu mereka juga pergi melaut untuk mencari ikan di perairan desa Lelilef Woi Bulan dan desa Kobe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar