Menurut Usman (1998), ada tiga alasan mengapa aspek sosial dalam kajian dampak lingkungan diperlukan bagi para pengambil kebijaksanaan, yaitu :
1. Keberadaan suatu usaha atau kegiatan mempunyai dampak positif sekaligus negatif terhadap kehidupan di sekitarnya. Kegagalan mengidentifikasi dan mengantisifasi dampak negatif tidak hanya dapat mengganggu kelangsungan usaha atau kegiatan tersebut, melainkan juga dapat mengganggu keharmonisan hidup masyarakat.
2. Penilaian atau respon masyarakat terhadap keberadaan suatu usaha atau kegiatan beragam dan berubah-ubah. Sesuatu yang dianggap bermanfaat oleh lapisan atau kelompok tertentu tidak selalu dianggap bermanfaat oleh lapisan atau kelompok lainnya. Dan sesuatu yang dianggap baik pada kurun waktu tertentu, tidak selamanya dianggap baik pada kurun waktu selanjutnya.
3. Dalam kurun waktu yang sama, kehidupan masyarakat boleh jdi bersentuhan dengan beberapa usaha atau kegiatan sekaligus. Sentuhan ganda semacam ini dapat menciptakan penilaian atau respon masyarakat yang bersifat spesifik.
Soemardjan (1990) mengatakan bahwa perubahan sosial pada umumnya bisa berasal dari berbagai sumber. Perubahan ekologis, penemuan-penemuan, dan inovasi teknologi apabila diterapkan dalam skala yang cukup besar, mungkin akan menimbulkan suatu tatanan baru dalam kehidupan ekonomi, dan dengan demikian bisa menimbulkan perubahan menuju kebiasaan-kebiasaan berpikir dan bertindak.
Lebih jauh Soemardjan (1990), menerangkan perubahan sosial dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu perubahan yang disengaja dan perubahan yang tidak disengaja. Perubahan sosial yang disengaja adalah perubahan yang telah diketahui dan direncakan sebelumnya oleh para anggota masyarakat yang berperan sebagai pelopor perubahan. Perubahan yang tidak disengaja sebaliknya ialah perubahan yag terjadi tanpa diketahui atau direncakan sebelumnya oleh seseorang anggota masyarakat.
Tahapan perubahan sosial ekonomi Soemarjan (1990) menyimpulkan bahwa hasrat akan perubahan sosial bisa berubah menjadi tindakan untuk mengubah kalau ada rangsangan yang cukup kuat untuk mengatasi hambatan-hambatan yang merintangi tahap permulaan proses perubahan.
Keanekaragaman dalam kegiatan sosial-ekonomi di suatu daerah merupakan sumber kekuatan dalam menghadapi fluktuasi ekonomi. Kalau ekonomi daerah tergantung kepada satu komoditi saja, penduduknya akan menderita lebih banyak kalau permintaan akan penghasilan itu hilang. Sebaliknya daerah yang sumber penghasilannya luas dapat dianggap sehat dan lebih kuat ekonominya (Kartodirdjo, 1994).
Jika dilihat dalam skala yang lebih kecil yaitu rumah tangga, maka dari pernyataan Kartodirejo tersebut diatas dapat dikatakan bahwa apabila rumah tangga yang tidak mengandalkan pendapatan dari satu sumber saja, maka kondisi sosial ekonominya akan lebih sehat dan kuat dalam menghadapi fluktuasi ekonomi.
Menurut Usman (1998), sebelum menentukan variabel ekonomi yang perlu dikaji, terlebih dahulu perlu diidentifikasi input dari suatu usaha atau kegiatan yang akan diintroduksi. Input tersebut antara lain mencakup kesempatan kerja yang tersedia, kesempatan untuk menambah pendapatan, munculnya organisasi-organisasi dan peraturan-peraturan baru serta kemungkinan adanya gangguan pada sumberdaya alam yang ada. Input tersebut amat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi masyarakat di sekitar usaha atau kegiatan.
Lebih jauh dikatakan Usman (1998) bahwa dalam melihat dampak dari suatu usaha atau kegiatan terdapat tiga isu pokok, yaitu : perubahan pola usaha ekonomi keluarga, perubahan pola kegiatan usaha, dan perubahan situasi kerja. Atas dasar tiga isu pokok tersebut, dapat ditentukan sekurang-kurangnya tiga variabel kunci, yaitu : pola usaha ekonomi, waktu kegiatan usaha ekonomi, serta kesempatan kerja.
Sumber:
Tesis Fadillah, Pengaruh Perubahan Kegiatan Pemanfaatan Lahan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasus : Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir (Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD-UGM Tahun 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar